TravelSahabatQQ- Mayoritas orang Indonesia familiar dengan Boven Digoel. Lokasi ini menjadi salah satu tempat pengasingan sejumlah tokoh pergerakan kemerdekaan, termasuk Bung Hatta. Tapi, di manakah tempat itu berada?
Boven Digoel ternyata merupakan nama kabupaten di Provinsi Papua. Kabupaten ini berbatasan Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Merauke, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mappi, serta di sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua Nugini.
Kabupaten itu memiliki luas area 27.108,29 kilometer persegi. Hal ini menjadikannya sebagai kabupaten terluas ke-4 di Papua. Wilayahnya dibagi menjadi 20 distrik atau kecamatan dengan Distrik Jair menjadi yang terluas, yakni 3.061,73 kilometer persegi.
Hingga 2002, Boven Digoel merupakan bagian dari Kabupaten Merauke. Jumlah penduduk Boven Digoel sebanyak 64.285 jiwa, pada 2020. Apa lagi fakta menarik Kabupaten Boven Digoel. DominoQQ
1. Tempat Pengasingan Tokoh Kemerdekaan RI
Dulunya, daerah ini dikenal dengan nama Digoel Atas yang berlokasi di tepi Sungai Digul Hilir Papua bagian selatan. Pemerintah Hindia Belanda menyiapkan tempat penampungan para tawanan pemberontakan November 1926 yang dilakukan PKI dengan sangat tergesa-gesa. Tawanan Belanda tersebut kurang lebih berjumlah 1.308 orang.
Daerah yang dibangun oleh Gubernur Jenderal De Graeff pada 1927 dikelilingi hutan yang lebat. Tidak heran, daerah ini juga dikenal dengan banyaknya nyamuk malaria yang ganas. Tidak hanya hutan, daerah ini juga dekat dengan Sungai Digul dengan panjang 525 kilometer yang merupakan tempat tinggal para buaya.
Kesan mengunjungi Digoel seperti pergi ke tempat asing karena letaknya yang terisolasi pada saat itu. Menurut sejarah, lokasi ini jauh dari mana pun. Para orang buangan didatangkan ke sana lewat jalur sungai menggunakan perahu-perahu motor. Tercatat Bung Hatta, Sayuti Melik, hingga Sutan Sjahrir pernah diasingkan di sini.
2. Eks Penjara Boven Digoel
Kawasan cagar budaya di Boven Digoel ini antara lain bekas rumah sakit, penjara, ruang sekap, dan pelabuhan yang digunakan oleh para pejuang selama diasingkan di ‘penjara alami’. Penjara Boven Digoel dibangun oleh Kapten L. Th. Beeking, seorang pasukan tentara KNIL pada 27 Januari 1927, yang kemudian dikenal sebagai Tanah Merah. Dua pagar dari bata yang dicampur semen dan kawat duri mengitari kompleks penjara ini.
Kamp konsentrasi di Tanah Merah ini dibangun oleh geinterneerden (orang-orang buangan) yang datang pertama di Boven Digoel. Ada 14 los (rumah darurat) beratao rumbia yang masing-masing panjangnya sekitar 30 meter. Mereka datang dengan membawa anak istri untuk tinggal dalam los yang sama, sedang para orang buangan yang masih bujang dikumpulkan pada los yang lain.
Selain itu, terdapat satu los yang digunakan sebagai dapur umum. Orang buangan angkatan pertama kemudian membangun perkampungan yang disebut sebagai Kampung A. Para geinterneerden yang terus berdatangan mendorong munculnya kampung-kampung yang lain yang diberi nama Kampung B, Kampung C, Kampung D, Kampung E, Kampung F dan Kampung G yang semakin menjauh ke atas dari tepian sungai.
3. Taman Makam Pahlawan Perintis
Taman Makam Pahlawan ini berada di Distrik Mandobo. Kawasannya berada di tengah-tengah lebatnya hutan Papua. Sesuai namanya, kawasan ini merupakan tempat pemakaman para pahlawan Kemerdekaan Republik Indonesia. Di sebelah kompleks pemakaman, dibangun monumen perjuangan untuk memeringati semangat dan keberanian para pejuang ketika memperjuangkan kemerdekaan.
Ada tiga cara untuk mencapai tempat itu, yakni pertama menggunakan pesawat, tetapi biayanya cukup mahal. Kedua, menggunakan kapal yang dapat ditempuh seminggu lamanya. Terakhir, perjalanan darat dari Merauke yang membutuhkan waktu sekitar 11 jam.
4. Situs Megalitik
Boven Digoel memiliki kawasan megalitik dengan ditemukannya arca megalitik. Situs Kali Mimio yang berada di Distrik Bomakia, terdapat arca manusia. Arca ini terbuat dari batu lampung yang dipahat berbentuk kepala manusia yang berukuran besar. Kepala manusia ini ditemukan dengan menggunakan penutup kepala berbentuk persegi.
Bentuk dari arca manusia itu berwajah lonjong dengan dagu panjang, badan ramping, perut menonjol, dan kaki yang pendek. Arca ini berukuran 71x25 cm dengan berat 30 kilogram.
5. Suku Kombay dan Koroway
Suku Kombay dan Koroway hidup berdampingan di Distrik Yaniruma dan Distrik Kombay (Kampung Yafufla), di antara Sungai Daeram Kabur dan Sungai Sirek. Tetapi, mereka memiliki bahasa yang berbeda.
Kedua suku ini tinggal di rumah pohon yang dibangun dengan tinggi 6--25 meter di atas tanah. Jika sedang konflik suku, rumah pohon ini dapat mencapai 50 meter.
Suku Kombay menyebut diri mereka sebagai khomba yang diartikan sebagai manusia penghuni. Sementara, Suku Koroway menyebut diri mereka sebagai klufo atau klufo fyumanop yang berarti manusia pengguna kapak batu.
Pakaian yang mereka gunakan pun berbeda. Laki-laki Suku Kombay menggunakan koteka dan Suku Koroway menggunakan dutamon yaitu pakaian untuk menutupi kelamin yang terbuat dari daun sagu. Sementara, para perempuan mengenakan lamip, cawat yang terbuat dari anyaman daun sagu kering.
6. Alat Pembayaran Zaman Dahulu
Wilayah Boven Digoel memiliki alat pembayaran sendiri berupa kulit kerang bernama Ot. Sistem ini berkembang pada masyarakat Muyu dan menjadi tradisi turun temurun. Selain sebagai alat pembayaran, Ot juga berfungsi sebagai mas kawin pernikahan.
Alat pembayaran ot kini sudah tidak digunakan lagi. Namun, masyarakat Muyu masih mempertahankan budaya mereka dengan menggantinya menjadi rupiah. Nilai mas kawin saat ini diukur dari status keluarga dan tingkat pendidikan.
0 Komentar